Langsung ke konten utama

Menepi di Tengah Pandemi

2020 akan jadi tahun yang tak pernah terlupakan dalam hidupku, atau mungkin juga banyak orang di luar sana. Bagaimana tidak, tahun yang dibuka dengan kejutan sekaligus ujian dari Tuhan dengan datangnya pandemi virus corona ini hampir melempuhkan berbagai macam sektor kehidupan. Sekolah dari rumah, bekerja dari rumah, beribadah dari rumah, diam diri di rumah, pembatasan sosial berskala besar, tidak ada mudik lebaran, dan banyak hal lain yang dipaksa berubah dari kebiasaan kita sehari-hari. Hal ini memang bertujuan baik yakni untuk memutus rantai penyebarannya. Tapi sampai kapan ? entahlah. Sebagai manusia kita hanya mampu berusaha dan berdoa, lalu serahkan bagaimana nanti jadinya kepada Sang Maha Kuasa.


Lalu di tengah pandemi ini, banyak kiranya kerisauan-kerisauan yang muncul. Tanpa terkecuali aku.
Pandemi yang meminta dengan paksa aku serta banyak orang lain di luar sana untuk berkegiatan di rumah hampir berbulan-bulan ini menimbulkan perasaan dan pikiran yang risau, senang, sedih, binung, bersukur, menjadi satu kesatuan. Perpaduan rasa inilah yang membuatku memilih untuk menepi.

Ya, menepi.
Menepi dari hal-hal yang mungkin dengan berat hati aku katakan bukan menjadi prioritasku, menepi dari hal-hal yang aku takutkan tambah membebani pikiranku, serta menepi dari dunia maya, sosial media. Terlepas dari faktor eksternal yakni sulitnya kuota dan jaringan, pilihan menepi ini pun berasal dari faktor internal, diriku sendiri. Entah bagaimana tapi rasanya hati dan jiwa ini hanya ingin menikmati hari-hari nyata bersama keluarga yang menjadi momen langka bagi seorang anak kuliah rantau seperti ku. Aku hanya ingin menikmati hidup sederhana tanpa beban di tengah riuh dan berisik kerisauan-kerisauan di luar yang mengusik. Aku sadar betul, mungkin pilihanku untuk menepi ini tak akan selalu dinilai baik oleh orang lain di sekelilingku yang tak tau persis bagaiamana perasaan serta pikiranku saat ini. Tapi, apa boleh buat, kali ini aku tak mau memaksakan diri. Aku lebih memilih menikmati jeda panjang ini. Sebenarnya pun ini semua ku lakukan bukan tanpa sebab, bukan perihal egois semata, tapi jika menengok lagi kebelakang, diri ini sudah terlalu banyak berjuang seorang diri, stress, pusing, marah, sedih namun ditanggung sendiri tanpa ada yang tau. Maka menepi inilah gantinya. Sekiranya jiwa perlu bernafas untuk menata serta mengumpulkan lagi semangat untuk hari-hari berat kedepannya.

Di dalam menepi, kumanfaatkan waktu selain bersyukur dan menikmati kebersamaan dengan keluarga tetapi juga untuk intropeksi diri, menyusun kembali titian-titian menuju mimpi, dan pastinya menemukan dan memahani lebih banyak arti kehidupan dari hal-hal di sekitarku.

Intinya, dari tulisan kali ini. Aku hanya ini menyampaikan bahwasanya setiap dari kita punya alasan terhadap setiap keputusan yang dilakukan yang terkadang tak orang lain pahami. Dan juga untuk menyadari bahwa begitu berartinya waktu yang selama ini kita miliki, entah selama ini terbuang untuk apa saja, tapi sekiranya ada waktu untuk beristirahat sejenak itupun tak jadi masalah agar kedepannya waktu yang akan kita miliki lagi dapat kita manfaatkan dan isi dengan sebaik-baiknya.


*hufttt kenapa kali ini tulisannya puitis banget bin tersirat yaah :""",paham gak sih kalian maksudnya? taua malah bingung wkwkw tapi gak apa lah yaa teman, ungkapan isi hati emg susah buat dijelaskan secara gamblang hehehe, intinya gitu deh. #CURHATT*


Sampai jumpa di tulisan a.k.a jurnal a.k.a curhatan berikutnyaa... oiya boleh banget nih komen di kolom komentar bawah biar kita saling curhat. ehe !

Happy #dirumahaja !

Wassalamualaikum :)

alpi

image source : Jon Tyson via Unsplash

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelabu Asap (Publikasi Ulang)

  KELABU ASAP Sumber :  okezone.com / karhutla Saat pertama kali mengetahui berita bahwa kebakaran hutan di Kalimantan terjadi lagi, dan lagi dan begitu ramai disebarluaskan di media sosial akhir-akhir ini seketika saya pun ingin sekali dapat bercerita tentang bagaimana rasanya menghirup udara yang bercampur dengan asap itu. Tahun 2015, empat tahun yang lalu saat saya masih duduk di kelas X atau satu SMA kabut asap akibat kebakaran hutan juga terjadi, persis sama seperti yang terjadi tahun ini. Pada saat itu kami (masyarakat kota Pangkalan Bun) merasakan bahwa itu adalah salah satu peristiwa kabut asap yang paling parah yang pernah terjadi slama ini. Mengapa demikian? Karna pada saat itu kabut asap terjadi berbulan-bulan lamanya, ketebalan jarak pandang paling parah bahkan mencapai angka dibawah 10 meter, Taman Nasional Tanjung Puting (Taman Nasional yang merupakan habitat sekaligus penangkapan Orang Utan) pun ikut dilalap oleh si jago merah, tidak ada hujan, aktivitas warga ...

Perlahan dan Puisi Lainnya

https://id.pinterest.com/pin/339951471885217465/ 1. perlahan ia pudar perlahan ia hambar perlahan ia jauh perlahan ia asing perlahan ia layu perlahan ia tumbang perlahan ia surut perlahan ia padam perlahan ia sepi  -lagi seperti sedia kala tanpa dan tiada hanya ada tanya tentang mengapa dan- apakah semua akan berujung sia-sia semata / https://id.pinterest.com/pin/1337074885052673/ 2. jarak yang diberikan oleh waktu meninggalkan tanya dalam kepalaku -bagaimana ? apakah ? oh, entahlah jarak di antara waktu, saat kau menghampiri lalu pergi aku hanya berdiam diri memastikan mentari masih bersinar walau kulitku tak merasa hangatnya dingin dan dingin dari malam semalam / https://id.pinterest.com/pin/844213892663524128/ 3. Jika Aan Mansyur berujar, puisi adalah museum yang lengang maka hari-hariku telah berubah menjadi puisi Namun sepanjang lengang hari ku, kau akan tetap kunanti,  -sebab Jika Sapardi bertanya, "tapi, yang fana adalah waktu bukan?" ku harap dapat menjawabnya dengan ...

Menengok Kebelakang (2021) #MemaknaiKehilangan

  Draft ini sudah setengah tahun terabaikan, alasanya? Kurang motivasi untuk  konsisten atau terlalu menyibukan diri. Ya begitulah kiranya mood bekerja, naik dan turun, hari ini bilang "besok aku harus produktif" tapi kenyataannya saat sudah sampai di "besok" malah lupa dan tidak melakukan apa-apa. Makadari itu, dengan tujuan untuk membayar hutang kepada diri sendiri walapun mungkin akan sedikit basi tapi, kenapa tidak? Karena menurutku di tahun 2021 banyak sekali pembelajaran yang aku dapat terlepas dari manis atau pahitnya. Mungkin setiap tahun akan begitu, tapi kali ini berbeda.  Hmm, supaya lebih tertata aku akan gambarkan dan ceritakan tahun 2021 ke dalam dua bagian.         Y ang pertama adalah Memaknai kehilangan , yang kedua    Tentang Mimpi.  Dua  hal inilah yang membuat awal usia 22 dan  tahun 2022 ku coba jalani dengan lebih mindfullness . Ya, aku gak tau apakah itu perumpamaan yang tepat tapi mari kita cari tah...