Langsung ke konten utama

Maybe I'm Voiceless




"Mungkin Aku Tak Punya Suara"

Aku, adalah orang yang percaya bahwa manusia bisa berubah. Berubah dalam artian pemikiran, cara pandang, tindakan dan gaya hidup atau juga hal-hal lainnya. Mungkin memang tidak berlaku bagi beberapa orang. Tapi, ini aku alami,mungkin banyak orang yang tak mengerti dan tak mengetahui, bahwa aku beberapa tahun yang lalu, bukan lagi 100% sama dengan aku yang sekarang. Dan bisa saja itu terus terjadi kepadaku untuk tahun-tahun ke depan. Banyak hal yang mempengaruhi perubahan dalam hidupku, penyebabnya tentu saja karna lingkungan dan keadaan sebagai faktor eksternal serta adanya dorongan untuk terus belajar akan sesutu hal, berpikir, dan mempertanyakan  bagaimana hidup ini akan berjalan jika aku stuck dan tak berubah untuk menyesuaikan. Dorongan dari dalam itu ku sebut sebagai faktor internal.

Faktor Lingkungan, Keluarga.
Aku lahir dan besar bukan dari keluarga "kaya" sebagaimana standar kekayaan itu diaminkan oleh banyak orang di luar sana.Dimana dalam beberapa kasus juga "kaya" atau jabatan itu lebih dipandang saat mengatakan dan menyampaikan sesuatu dan apalah arti orang-orang biasa, tanpa jabatan, tanpa harta saat  berpendapat, hanya angin lalu saja.  Tapi bagiku, keluarga terutama kedua Orang Tua ku dan khususnya lagi adalah Mama, adalah individu yang sangat "kaya". Kaya dalam berpikir dan bertindak. Aku sangat banyak belajar darinya. Bagaimana cara berempati, cara berteman, cara untuk berani mengatakan dan berpendapat atas suatu hal yang penting untuk disampaikan apalagi jika suatu hal itu adalah kebaikan. Walaupun , juga sering kali pendapat itu tidak didengar dan tidak dihargai. 

Dulu. Aku berbicara tentang aku beberapa bulan yang lalu. Aku masih aku yang takut, minder, terlalu malu untuk bersuara seperti sebagaimana yang Mama contohkan. Sangat sulit rasanya, ada rasa seperti aku tak punya hak untuk bersuara, tak akan ada yang mendengarkan, bahkan perasaan dan pikiran jahat seperti "emang aku itu siapa? pantas berkata dan berpendapat begitu" Oh betapa suara hati dan pikiran yang sangat tidak baik. Tetapi, suara yang tidak baik itulah yang sering aku ikuti. Dan jadilah aku orang yang lebih sering diam, pasif, tidak berani berpendapat, bersuara, bahkan untuk mengambil tindakan hanya karna lebih memikirkan pandangan dan respon orang lain.

Namun, aku hari ini sudah beda cerita. Walau memang belum berani seutuhnya seperti Mama. Aku sudah mulai belajar berani untuk menyampaikan hal-hal apa saja yang menurutku itu baik dan perlu untuk disampaikan serta dilakukan, persetan saja dengan "harta, paras, dan jabatan" yang aku tidak miliki seperti standar sosial kebanyak orang. Ya, aku terus belajar tentang hal itu sampai detik ini. Karna aku sadar dan paham, bahwa perubahan tidak akan terjadi tanpa tindakan, dan bagaimana kita mau bertindak jika pendapat atau pikiran yang ada dalam diri kita saja tidak berani untuk kita sampaikan kepada orang lain. Dan aku pun mencoba untuk mempraktikannya, tetapi pasti tidak semudah itu. Saat kita menyampaikan sesuatu hal yang menurut kita baik kepada orang lain, kita harus tau bahwa resikonya adalah pendapat kita itu tidak akan selalu  diterima atau tidak direspon dengan baik, entah dengan dasar alasan apa tidak diterimanya pendapat kita. Maka perlu kelapangan dada serta kedewasaan dalam menyikapinya. Dan jujur, untuk menerima penolakan itu juga bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Di titik penolakan itu, sebagai seorang yang punya hati, perasaan "aku memang gak pantas buat didenger pendapatnya"  atau "aku mungkin memang tidak punya hak untuk bersuara" I'm Voiceless! muncul lagi, dan lagi. Rasa sakit hati akan respon yang tidak baik itu hampir membuatku merasa ingin kembali saja seperti dulu, diam, tidak usah peduli, tidak usah berpendapat akan suatu hal dan hidup tenang. Tapi aku sadar aku gabisa lagi untuk jadi diam seperti dulu.Yang sekarang harus aku lakukan adalah belajar menerima penolakan, dan tidak akan berhenti untuk terus belajar berani dalam menyampaikan pendapat, meski aku sadar pendapatku juga tidak akan selamanya diterima.

Kembali lagi ke awal, bahwa aku yakin manusia akan berubah, maka aku doakan semoga semakin banyak juga orang di luar sana, mungkin kamu yang sekarang membaca ini juga bisa belajar, tidak hanya dalam hal berani menyampaikan pendapat tetapi juga belajar menerima dan merespon pendapat orang lain dengan baik juga. Terlebih saat pendapat itu baik, mengapa tidak dicoba dulu untuk didengarkan dan atau dilakukan, jangan terus menilai pendapat dari siapa yang menyampaikan tapi lebih melihat apa yang disampaikan.


Sedikit random sebenarnya tulisan kali ini,entah kalian yang membaca ini akan paham dan menikmatinya atau tidak... tapi tak apa...setidaknya emosi dan perasaan yang kupendam beberapa hari ini bisa tercurahkan dan tersampaikan disini. Dan suatu saat nanti, tulisan ini bisa aku buka dan baca kemabli sebagai bahan pengingat diri. Karna aku meulis ini bukan untuk siapa-siapa, kecuali untuk diriku sendiri.



Sampai jumpa lagi,
semoga #2021 bisa lebih konsisten menulis di blog ini , #amiiin !!!


aem




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlahan dan Puisi Lainnya

https://id.pinterest.com/pin/339951471885217465/ 1. perlahan ia pudar perlahan ia hambar perlahan ia jauh perlahan ia asing perlahan ia layu perlahan ia tumbang perlahan ia surut perlahan ia padam perlahan ia sepi  -lagi seperti sedia kala tanpa dan tiada hanya ada tanya tentang mengapa dan- apakah semua akan berujung sia-sia semata / https://id.pinterest.com/pin/1337074885052673/ 2. jarak yang diberikan oleh waktu meninggalkan tanya dalam kepalaku -bagaimana ? apakah ? oh, entahlah jarak di antara waktu, saat kau menghampiri lalu pergi aku hanya berdiam diri memastikan mentari masih bersinar walau kulitku tak merasa hangatnya dingin dan dingin dari malam semalam / https://id.pinterest.com/pin/844213892663524128/ 3. Jika Aan Mansyur berujar, puisi adalah museum yang lengang maka hari-hariku telah berubah menjadi puisi Namun sepanjang lengang hari ku, kau akan tetap kunanti,  -sebab Jika Sapardi bertanya, "tapi, yang fana adalah waktu bukan?" ku harap dapat menjawabnya dengan

Puisi Kabut, dan Dalam Dunia

1. Dalam Dunia Dalam dunia Riuh gemuruh, suara-suara bising melengking Candu beradu bak serdadu Kelam dalam diam yang suram Bingung linglung, merebah rasa lelah di malam kelam Berkisah rasa lara hingga lega,  Lupa pernah berjumpa Dulu selalu berjuang agar berpeluang Kini nurani ingin mendingin mati Siapa kira kita di antara samudera Berjelaga jiwa-jiwa hampa Sampai kini hati menanti Sampaikah langkah pada kisah yang indah 2. Kabut Dalam perjalanan mendaki Adakalanya kabut menghalangi jalan Kompas tak berfungsi Teman seperjalanan dehidrasi Lalu kita memaksa terus naik Yang ada justru lelah Perasaan hampir menyerah Seperti hilang arah Padahal kita tahu Yang perlu kita lakukan saat itu hanyalah Hanyalah berhenti, berpikir sejenak Melihat sekitar, berbagi minum bertukar haus dengan teman Memperbaiki kompas sebisanya Mengenal pertanda pertana Lalu mengambil langkah setapak bijaksana aem, 15 Juli 2023

Hobi Kok Jalan Kaki?!

      Satu kalimat pepatah Jawa yang sekarang aku percayai adalah "Trisno jalaran seko kulino" yang artinya  "Cinta datang karena terbiasa". Tapi jangan salah dulu, ini bukan cerita cinta ku terhadap seseorang, melainkan cerita cinta terhadap sebuah kegiatan sederhana, yap "jalan kaki" . Kalau mau dirunut dari jauh maka cerita cinta ini dimulai kurang lebih dari tahun 2015, tahun dimana aku baru masuk SMA. Tapi, karena aku tidak mau terlalu panjang lebar maka kita langsung loncat aja  ke tahun 2018. Tahun 2018 adalah tahun dimana hidup ku berubah, tahun dimana aku pergi jauh untuk merantau. Seperti banyak cerita kehidupan orang-oarang yang merantau dengan segala keterbatasan dan keperihatinan, maka itu juga aku alami. Salah satu keterbatasan yang aku alami adalah hidup tanpa kendaraan pribadi yang  mungkin untuk sebagian orang di zaman yang modern ini adalah sebuah mimpi buruk (hehe maaf kalau lebay) tapi untuk ku tidak ada pilihan lain, toh masih bersyuku