Langsung ke konten utama

Dua Ribu Sembilan Belas

 Catatan Sebelum Akhir Tahun (Re-Post)

Apakah hanya aku yang merasa bahwa waktu ini sangat cepat berjalalu? Apakah kalian juga merasakan hal yang sama? Seperti judul yang aku tulis, tanpa terasa kita hampir tiba (lagi) di akhir tahun dan akan menyambut tahun baru (lagi).

Dan tepat satu bulan sebelum malam tahun baru, aku tiba-tiba memikirkan apa saja yang telah terjadi dan terlewati selama satu tahun kebelakang, selama tahun 2019 ini. Ada banyak hal ternyata, sangat banyak. Tangis,sedih,dan kecewa sampai senyum,syukur,dan tawa semua lengkap telah dirasakan di tahun ini. Aku yakin kalian pun begitu kan? Kalau jawaban kalian "Ya" , itu tandanya bahwa kita memang tidak sendiri, rasa sedih dan lelah itu manusiawi dan kebahagiaan juga adalah hak untuk semua manusia.

Tapi kali ini aku bukan ingin berbagi atau menceritakan hal-hal yang menyebabkan kesedihan maupun kebahagiaan itu terjadi padaku di tahun ini, mungkin itu untuk lain kali. Karna kali ini aku akan lebih berbagi tentang sesuatu nilai yang jauh di dalam itu semua, jauh di dalam hal-hal yang membuat kita menangis atau berbahagia yang menjadi renunganku sejak beberapa hari lalu dan mungkin akan lebih baik jika itu aku bagi kepada kalian semua melalui tulisan ini.


Jujur, aku sendiri di tahun ini rasanya lebih banyak merasakan sedih dan kecewa serta menangis karna satu dua hal yang menjadi beban pikiranku,tentang hal-hal yang pergi dan menghilang, tentang kejadian-kejadian yang tak kuharapkan, ketimbang merasakan dan merayakan kebahagiaan serta rasa syukur. Astaghfirullah. Tapi ini benar terjadi. Dan dari itu semua aku sadar bahwa semestinya aku tidak boleh seperti ini, bukankah diberi napas dan nyawa hingga detik ini adalah berkah yang luar biasa tapi kenapa yang aku pikirkan justru hal-hal yang membuat hati menjadi gelap dan murung. Saat aku menyadari dan memikirkan itu, aku iseng untuk menuliskan sebenarnya apa saja yang sudah aku alami satu tahun ini. Hasilnya membuatku tertampar, aku menangis bahagia bercampur malu, karna apa? karna nyatanya dibandingkan hal-hal yang kuanggap buruk terjadi, lebih banyak hal-hal baik sebenarnya telah kudapat dan kualami hampir satu tahun ini dan beberapa diantara adalah bagian dari resolusi dan wishlist yang aku buat tahun lalu. Maka dari itu ada satu hal yang aku sadari dan pelajari,

bahwa manusia sepertinya memang cenderung lebih fokus pada sesuatu yang tidak ia miliki, sesuatu yang membuatnya sedih, tentang yang tak ia raih, tentang kesalahan, tentang kehilangan, tentang kepedihan. Memang itu semua sangat manusiawi, tapi jangan sampai kemanusiawian kita justru membuat kita kufur atas nikmat yang sebenarnya lebih banyak kita dapat daripada keburukan yang kita keluhkan. Karna seperti yang sudah aku lakukan dan aku ceritakan di atas tadi, bahwa nyatanya saat kita ingat kembali, nikmat yang diberikan oleh Tuhan itu sungguh luar biasa, kita saja yang kurang peka karna kita selalu merasa kurang dan kurang.

Lalu ada satu hal yang ingin aku tanyakan kepada kalian, mana yang lebih banyak kalian dapat atau kalian rasakan? kesedihan atau kebahagiaan? coba deh kalian catat seperti yang sudah aku lakukan, dan kalian lihat hasilnya. Jika hasilnya lebih banyak bahagia itu tandanya bahwa hidup ini memang harus terus disyukuri , pandanglah selalu dari dua sisi, jangan hanya dari satu sisi apalagi sisi keburukan, jangan sampai kita kufur nikmat. Dan kalaupun nyatanya memang banyak kesedihan yang terjadi, tenanglah , kuatlah, yakini saja bahwa hidup memang perjuangan, anggap saja ini adalah bagian ujian untuk mu, untuk kita naik kelas. Ingat bahwa Tuhan tidak akan membebani hambanya dengan beban ujian yang tak bisa mereka lewati percayalah kamu, kita semua mampu melewatinya dengan baik. Tetap semangat, masih ada waktu satu bulan untuk memperbaiki semuanya. Terutama memperbaiki dan menata rasa syukur di dalam hati.


Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, bagi siapapun kalian yang tengah membacanya. Sampai bertemu lagi di jurnalpikiran selanjutnya.


Semarang, 30 November 2019.

aem.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlahan dan Puisi Lainnya

https://id.pinterest.com/pin/339951471885217465/ 1. perlahan ia pudar perlahan ia hambar perlahan ia jauh perlahan ia asing perlahan ia layu perlahan ia tumbang perlahan ia surut perlahan ia padam perlahan ia sepi  -lagi seperti sedia kala tanpa dan tiada hanya ada tanya tentang mengapa dan- apakah semua akan berujung sia-sia semata / https://id.pinterest.com/pin/1337074885052673/ 2. jarak yang diberikan oleh waktu meninggalkan tanya dalam kepalaku -bagaimana ? apakah ? oh, entahlah jarak di antara waktu, saat kau menghampiri lalu pergi aku hanya berdiam diri memastikan mentari masih bersinar walau kulitku tak merasa hangatnya dingin dan dingin dari malam semalam / https://id.pinterest.com/pin/844213892663524128/ 3. Jika Aan Mansyur berujar, puisi adalah museum yang lengang maka hari-hariku telah berubah menjadi puisi Namun sepanjang lengang hari ku, kau akan tetap kunanti,  -sebab Jika Sapardi bertanya, "tapi, yang fana adalah waktu bukan?" ku harap dapat menjawabnya dengan

Hobi Kok Jalan Kaki?!

      Satu kalimat pepatah Jawa yang sekarang aku percayai adalah "Trisno jalaran seko kulino" yang artinya  "Cinta datang karena terbiasa". Tapi jangan salah dulu, ini bukan cerita cinta ku terhadap seseorang, melainkan cerita cinta terhadap sebuah kegiatan sederhana, yap "jalan kaki" . Kalau mau dirunut dari jauh maka cerita cinta ini dimulai kurang lebih dari tahun 2015, tahun dimana aku baru masuk SMA. Tapi, karena aku tidak mau terlalu panjang lebar maka kita langsung loncat aja  ke tahun 2018. Tahun 2018 adalah tahun dimana hidup ku berubah, tahun dimana aku pergi jauh untuk merantau. Seperti banyak cerita kehidupan orang-oarang yang merantau dengan segala keterbatasan dan keperihatinan, maka itu juga aku alami. Salah satu keterbatasan yang aku alami adalah hidup tanpa kendaraan pribadi yang  mungkin untuk sebagian orang di zaman yang modern ini adalah sebuah mimpi buruk (hehe maaf kalau lebay) tapi untuk ku tidak ada pilihan lain, toh masih bersyuku

Puisi Kabut, dan Dalam Dunia

1. Dalam Dunia Dalam dunia Riuh gemuruh, suara-suara bising melengking Candu beradu bak serdadu Kelam dalam diam yang suram Bingung linglung, merebah rasa lelah di malam kelam Berkisah rasa lara hingga lega,  Lupa pernah berjumpa Dulu selalu berjuang agar berpeluang Kini nurani ingin mendingin mati Siapa kira kita di antara samudera Berjelaga jiwa-jiwa hampa Sampai kini hati menanti Sampaikah langkah pada kisah yang indah 2. Kabut Dalam perjalanan mendaki Adakalanya kabut menghalangi jalan Kompas tak berfungsi Teman seperjalanan dehidrasi Lalu kita memaksa terus naik Yang ada justru lelah Perasaan hampir menyerah Seperti hilang arah Padahal kita tahu Yang perlu kita lakukan saat itu hanyalah Hanyalah berhenti, berpikir sejenak Melihat sekitar, berbagi minum bertukar haus dengan teman Memperbaiki kompas sebisanya Mengenal pertanda pertana Lalu mengambil langkah setapak bijaksana aem, 15 Juli 2023