Langsung ke konten utama

What A Day ! : Akhirnya Hadir Langsung di Event TEDTalk #TEDxUNDIP3.0

*it's me: wishing that someday and somehow can be a speaker in TEDTalk (manifesting) #fingercross*

"Kalau kita punya keinginan, jangan cuma ada di kepala dan pikiran, coba untuk dituliskan" begitu kiranya apa yang dikatakan oleh A.Fuadi pada acara TEDTalk Undip tadi siang yang aku dengar secara langsung. Ya, secara langsung...

Kalau ada dari kalian yang sempat membaca blog ku di bulan Januari lalu (sila baca jika ada yang belum atau ingin membaca ulang TEDxJakarta2022 ), maka kalian tau kalau aku sudah sempat menuliskan hal itu, bahwa aku sangat ingin untuk bisa "suatu saat nanti" hadir dan mendengarkan secara langsung cerita-cerita inspiratif dari para speaker di TEDTalk, karna waktu itu aku baru berkesempatan untuk hadir sebagai audience tapi masih secara daring. Dan, sepertinya apa yang dikatakan oleh A.Fuadi itu memang benar adanya, nyatanya hari ini Minggu 18 Desember 2022, aku yang tentu saja atas bantuan semesta berhasil mewujudkan satu keinginan kecil tersebut menjadi nyata : hadir dan mendengarkan berbagai ide dan kisah inspiratif di acara TEDTalk yang kali ini diselenggarakan oleh Universitas Diponegoro Semarang. 

Jika menarik mundur ke belakang, aku sudah beberapa kali menyaksikan TEDTalk melalui YouTube tentu saja, aku sangat senang setiap kali mendengarkan kisah orang-orang yang berdiri di panggung TED selama kurang lebih 15 menit hingga ada juga yang hampir 1 jam, entah bagaimana rasanya cerita-cerita mereka sangat tulus dan tidak jarang juga membukakan pikiranku tentang hal-hal baru. Hingga sampailah aku di tahun 2019, saat itu aku baru tahu jika ternyata TEDTalk bekerjasama ((atau entah apa pilihan kata yang lebih tepat, tapi semoga kalian paham maksudku) dengan berbagai Universitas di Indonesia, dan salah satunya adalah UNDIP, walapun bukan warga UNDIP tapi karena saat itu aku juga berkuliah di Semarang, maka aku sangat ingin untuk bisa hadir, tapi sayangnya dengan beberapa alasan keinginan itu belum bisa terwujud, sayangnya lagi dua tahun berikutnya yaitu di tahun 2020 dan 2021 TEDTalkXUNDIP diadakan secara daring karena pandemi Covid-19, dan keinginan itu masih tetap terkubur hingga datangnya hari ini. So, sekali lagi aku mau bilang kalau apa yang diucapkan oleh A.Fuadi di atas memang benar adanya, kekuatan mimpi yang ditulis itu ada, contoh kecilnya sudah aku buktikan, sekarang giliran kamu, coba tuliskan apa keinginan mu entah di buku, di dinding atau biar lebih kekinian bisa juga ditulis di notes ponsel pintar mu.


Oke, mungkin cukup untuk sekilas cerita "latar belakang" nya, sekarang saatnya aku berbagai sedikit input dan insight  yang aku dapatkan hari ini, aku akan urutkan dari speaker pertama sampai kedepalan dan mungkin jika terlalu panjang, tema kali ini akan aku bagi menjadi dua tulisan. Oiya tema yang diusung di event TEDxUNDIP kali ini adalah Art of an Extraordinary Era, and here we go !


1. Elisabeth Dearni


Bicara tentang Self-Compassion atau sikap welas asih terhadap diri sendiri, hal yang aku tangkap dari speaker pertama ini adalah dia ingin berbagi tentang pengalaman serta pemikirannya tentang bagaimana kita selama ini dibesarkan dengan kultur tuntutan untuk menjadi sempurna dan terlalu keras terhadap diri sendiri apabila kita tidak dapat mewujudkan atau sampai pada satu titik tertentu dalam hidup, kita menganggap bahwa kita tidak pernah cukup dan merasa tidak sempurna karena  lebih fokus pada hal-hal yang belum kita miliki daripada hal-hal yang sudah kita capai. Padahal, seharusnya kita bisa menerapkan sikap welas asih kepada diri kita sendiri sebagaimana kita  memperlakukan sahabat kita. Welas Asih atau self-compassion salah satu wujudnya adalah dengan menjadi mindfullness yaitu dapat berpikir jernih dan menerima kondisi diri apa adanya pada saat ini juga, dengan sikap ini maka kita dapat menyadari bahwa apabila kita tengah dalam kondisi gagal atau terpuruk itu adalah hal wajar dan kenyataan bahwa apa yang terjadi dalam hidup kita ini adalah 10% kejadian dan 90% sisanya tergantung bagaimana kita menyikapi kejadian tersebut, dengan menerapkan sikap welas asih maka kita bisa segera bangkit dari keterpurukan. Di akhir sesi, speaker menyebutkan sebuah kalimat yang menurutku cukup ngena yaitu kurang lebihnya begini :  "kita sempurna sebagai manausia karena ketidaksempurnaan yang kita miliki" Thanks kak Elisabeth for your speech.


2. Henry Manampiring


Nama yang tidak asing, bahkan jadi salah satu pemantik semangat untuk segera beli tiket TEDTalkXUNDIP tanpa perlu pikir panjang pertengahan bulan November lalu, bukan tanpa alasan karena aku salah satu pembaca karyanya yaitu Filosofi Teras. Hmm mungkin Om Henry bisa dijuluki sebagai "bapak" stoa Indonesia hehehe, karena dari buku Filosofi Teras aku pribadi banyak belajar tentang bagaimana melakukan kontrol terhadap diri.  Di acara TED hari ini juga pembahasan yang beliau sampaikan tidak terlepas dari filsafat stoa itu sendiri. Secara singkat (karena mungkin pembahasan tentang buku Stoa dan Filosofi Teras akan aku bahas lebih detail di tulisan lainnya) Om Henry mengingatkan bahwa kita harus bisa fokus terhadap hal-hal yang di bawah kendali kita dibandingkan dengan hal-hal yang tidak di bawah kendali kita atau bisa disebut dengan dikotomi kendali. Adapun hal-hal yang ada di bbawah kendali kita adalah pikiran kita, ucapan kita, dan perbuatan kita. Sedangkan opini orang lain,  reputasi, bahkan kesehatan adalah hal-hal yang tidak di bawah kendali kita. Apabila kita bisa melakukan kontrol diri dengan dikotomi kendali ini maka kita akan dapat hidup dengan Ataraxia atau keadaan di mana kita tidak merasa terganggu dengan hal-hal yang terjadi di luar kendali kita, tidak sedih pun tidak bahagia. See you next time Om Henry (nanti mau minta ttd di buku, soalnya hari ini beliau berhalangan hadir langsung, jadi cuma bisa lewat zoom)


3. Shakira Amirah


Speaker ketiga, menceritakan pengalaman pribadinya yang mengembangkan sebuah aplikasi bernama ISOLASINFO, yaitu sebuag aplikasi yang dapat dimanfaatkan untuk membantu isolasi mandiri secara fisik maupun mental. Aplikasi tersebut adalah bentuk inovasi yang dihasilkan dari masa-masa sulit yaitu pandemi Covid-19. Speaker menyatakan bahwa keadaan krisis seperti pandemi Covid-19 memiliki dua sisi, yaitu bisa dilihat sebagai sebuah bahaya saja atau bahkan dapat menjadi sebuah peluang untuk lahirnya ide dan inovasi baru. Bicara tentang ide, semua orang pasti memiliki ide dalam kepala mereka, tapi hanya sedikit yang dapat merealisasikan ide tersebut ke dalam bentuk nyata, dan speaker ketiga memilih untuk merealisasikan ide yang ia miliki. Seperti kalimat yang ada dalam foto "bukan ide yang membuatmu menjadi kaya, melainkan eksekusi yang tepat". Lalu bagaimana cara agar bisa "mengeksekusi ide" tersebut? Speaker ketiga membagikan sedikit tips yang ia lakukan selama ini, anatara lain : 1. definisikan ide yang kita miliki (5w+1h), 2. break down dengan jelas (batasan,alasan,dan tujuan), 3. buat alasan atas ide tersebut lebih personal, 4. cari dan temukan teman agar kita bisa mendapat perspektif dan ide lain, 5. diverge lalu converge, 6. buat rangkuman, 7.rencanakan aksi dengan jelas. Gimana? siap untuk eksekusi ide-ide yang selama ini ada dalam kepala??


4. Shafa Azahra Siregar


Sebelum membahas tentang input dan insight yang aku dapat, aku mau bilang bahwa suara dari Shafa speaker keempat ini "empuk", suka banget dengerinnya <3 !!.

Toxic-Productivity, ini adalah inti dari apa yang disampaikan oleh speaker keempat. Salah stau topik pembahasan yang dekat sekali dengan generasi z, bagaimana tidak, karena di era digital di mana  kehidupan satu orang dengan yang lain terasa tidak ada batasan, kita jadi mudah dan semakain sering untuk membandingkan diri kita termasuk kesibukan kita dengan orang lain. Tanpa sadar kita menganggap bahwa kita harus sama sibuknya dengan orang lain karena jika tidak maka kita berasumsi bahwa kita tidak akan mencapai kesuksesan. Padahal jika kita tanya kepada diri kita sendiri "apakah kita bahagia atas semua hal yang "menyibukan" itu?" kemungkinan besar bisa jadi jawabannya adalah "tidak". Mengapa demikian?, karena kita melakukan kesibukan-kesibukan yang tidak ada akhirnya itu hanya demi tidak tertinggal dari orang lain, kita tidak punya tujuan dan target yang jelas atas apa  yang kita lakukan tersebut. Maka kunci untuk melawan toxic productivity ini adalah dengan mengetahui dan menetapkan batasan diri, menjadi mindful, dan realistis dengan menetapkan  goals yang jelas. "Tidak ada kata "tertinggal" saat ingin mencapai kesuksesan", sebab setiap orang punya timeline dan definisi sukses yang berbeda-beda, dan yang terpenting bukanlah cepat atau lambatnya kita mencapai goals,  tapi ketika kita terus berusaha konsisten untuk mencapainya. Ingat kata Dori "terus berenang, terus berenang, terus berenang"



--------------------

Karena tampaknya tulisan kali ini akan cukup panjang mengingat ada delapan speaker dan aku baru selesai menulis empat di antaranya ((ditambah mata sudah mulai mengantuk dan besok sudah hari Senin)) maka untuk empat speaker lainnya akan ku sambung di tulisan berikutnyaa, selamat menunggu  dan selamat menyambut hari senin !!



Semarang, 18 Desember 2022

aem







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlahan dan Puisi Lainnya

https://id.pinterest.com/pin/339951471885217465/ 1. perlahan ia pudar perlahan ia hambar perlahan ia jauh perlahan ia asing perlahan ia layu perlahan ia tumbang perlahan ia surut perlahan ia padam perlahan ia sepi  -lagi seperti sedia kala tanpa dan tiada hanya ada tanya tentang mengapa dan- apakah semua akan berujung sia-sia semata / https://id.pinterest.com/pin/1337074885052673/ 2. jarak yang diberikan oleh waktu meninggalkan tanya dalam kepalaku -bagaimana ? apakah ? oh, entahlah jarak di antara waktu, saat kau menghampiri lalu pergi aku hanya berdiam diri memastikan mentari masih bersinar walau kulitku tak merasa hangatnya dingin dan dingin dari malam semalam / https://id.pinterest.com/pin/844213892663524128/ 3. Jika Aan Mansyur berujar, puisi adalah museum yang lengang maka hari-hariku telah berubah menjadi puisi Namun sepanjang lengang hari ku, kau akan tetap kunanti,  -sebab Jika Sapardi bertanya, "tapi, yang fana adalah waktu bukan?" ku harap dapat menjawabnya dengan

Hobi Kok Jalan Kaki?!

      Satu kalimat pepatah Jawa yang sekarang aku percayai adalah "Trisno jalaran seko kulino" yang artinya  "Cinta datang karena terbiasa". Tapi jangan salah dulu, ini bukan cerita cinta ku terhadap seseorang, melainkan cerita cinta terhadap sebuah kegiatan sederhana, yap "jalan kaki" . Kalau mau dirunut dari jauh maka cerita cinta ini dimulai kurang lebih dari tahun 2015, tahun dimana aku baru masuk SMA. Tapi, karena aku tidak mau terlalu panjang lebar maka kita langsung loncat aja  ke tahun 2018. Tahun 2018 adalah tahun dimana hidup ku berubah, tahun dimana aku pergi jauh untuk merantau. Seperti banyak cerita kehidupan orang-oarang yang merantau dengan segala keterbatasan dan keperihatinan, maka itu juga aku alami. Salah satu keterbatasan yang aku alami adalah hidup tanpa kendaraan pribadi yang  mungkin untuk sebagian orang di zaman yang modern ini adalah sebuah mimpi buruk (hehe maaf kalau lebay) tapi untuk ku tidak ada pilihan lain, toh masih bersyuku

Puisi Kabut, dan Dalam Dunia

1. Dalam Dunia Dalam dunia Riuh gemuruh, suara-suara bising melengking Candu beradu bak serdadu Kelam dalam diam yang suram Bingung linglung, merebah rasa lelah di malam kelam Berkisah rasa lara hingga lega,  Lupa pernah berjumpa Dulu selalu berjuang agar berpeluang Kini nurani ingin mendingin mati Siapa kira kita di antara samudera Berjelaga jiwa-jiwa hampa Sampai kini hati menanti Sampaikah langkah pada kisah yang indah 2. Kabut Dalam perjalanan mendaki Adakalanya kabut menghalangi jalan Kompas tak berfungsi Teman seperjalanan dehidrasi Lalu kita memaksa terus naik Yang ada justru lelah Perasaan hampir menyerah Seperti hilang arah Padahal kita tahu Yang perlu kita lakukan saat itu hanyalah Hanyalah berhenti, berpikir sejenak Melihat sekitar, berbagi minum bertukar haus dengan teman Memperbaiki kompas sebisanya Mengenal pertanda pertana Lalu mengambil langkah setapak bijaksana aem, 15 Juli 2023