Langsung ke konten utama

Puisi Kabut, dan Dalam Dunia


1. Dalam Dunia

Dalam dunia

Riuh gemuruh, suara-suara bising melengking

Candu beradu bak serdadu

Kelam dalam diam yang suram


Bingung linglung, merebah rasa lelah di malam kelam

Berkisah rasa lara hingga lega, 

Lupa pernah berjumpa

Dulu selalu berjuang agar berpeluang

Kini nurani ingin mendingin mati


Siapa kira kita di antara samudera

Berjelaga jiwa-jiwa hampa

Sampai kini hati menanti

Sampaikah langkah pada kisah yang indah


2. Kabut

Dalam perjalanan mendaki
Adakalanya kabut menghalangi jalan
Kompas tak berfungsi
Teman seperjalanan dehidrasi
Lalu kita memaksa terus naik
Yang ada justru lelah
Perasaan hampir menyerah
Seperti hilang arah
Padahal kita tahu
Yang perlu kita lakukan saat itu hanyalah
Hanyalah berhenti, berpikir sejenak
Melihat sekitar, berbagi minum bertukar haus dengan teman
Memperbaiki kompas sebisanya
Mengenal pertanda pertana
Lalu mengambil langkah setapak bijaksana



aem, 15 Juli 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlahan dan Puisi Lainnya

https://id.pinterest.com/pin/339951471885217465/ 1. perlahan ia pudar perlahan ia hambar perlahan ia jauh perlahan ia asing perlahan ia layu perlahan ia tumbang perlahan ia surut perlahan ia padam perlahan ia sepi  -lagi seperti sedia kala tanpa dan tiada hanya ada tanya tentang mengapa dan- apakah semua akan berujung sia-sia semata / https://id.pinterest.com/pin/1337074885052673/ 2. jarak yang diberikan oleh waktu meninggalkan tanya dalam kepalaku -bagaimana ? apakah ? oh, entahlah jarak di antara waktu, saat kau menghampiri lalu pergi aku hanya berdiam diri memastikan mentari masih bersinar walau kulitku tak merasa hangatnya dingin dan dingin dari malam semalam / https://id.pinterest.com/pin/844213892663524128/ 3. Jika Aan Mansyur berujar, puisi adalah museum yang lengang maka hari-hariku telah berubah menjadi puisi Namun sepanjang lengang hari ku, kau akan tetap kunanti,  -sebab Jika Sapardi bertanya, "tapi, yang fana adalah waktu bukan?" ku harap dapat menjawabnya dengan

Hobi Kok Jalan Kaki?!

      Satu kalimat pepatah Jawa yang sekarang aku percayai adalah "Trisno jalaran seko kulino" yang artinya  "Cinta datang karena terbiasa". Tapi jangan salah dulu, ini bukan cerita cinta ku terhadap seseorang, melainkan cerita cinta terhadap sebuah kegiatan sederhana, yap "jalan kaki" . Kalau mau dirunut dari jauh maka cerita cinta ini dimulai kurang lebih dari tahun 2015, tahun dimana aku baru masuk SMA. Tapi, karena aku tidak mau terlalu panjang lebar maka kita langsung loncat aja  ke tahun 2018. Tahun 2018 adalah tahun dimana hidup ku berubah, tahun dimana aku pergi jauh untuk merantau. Seperti banyak cerita kehidupan orang-oarang yang merantau dengan segala keterbatasan dan keperihatinan, maka itu juga aku alami. Salah satu keterbatasan yang aku alami adalah hidup tanpa kendaraan pribadi yang  mungkin untuk sebagian orang di zaman yang modern ini adalah sebuah mimpi buruk (hehe maaf kalau lebay) tapi untuk ku tidak ada pilihan lain, toh masih bersyuku