Langsung ke konten utama

AKU, MINGGU, DAN MONOLOG BISU EP.4

 #Episode 4 Jum'at Keramat

Kejadian di Perpus siang tadi menyisakan rasa marah hingga malam ini, dan sekarang  bertambah parah karena bercampur dengan rasa bingung, otak ku kembali penuh dengan tanda-tanya.

"Dia itu lupa apa gimana sih? atau amnesia? atau emang akunya aja ya terlalu cepat suka". "Tapi ya, kalau diingat-ingat lagi kejadian di hari Sabtu dan Minggu seminggu yang lalu itu kayaknya aku gak salah tebak deh, dia ngajak ngobrol, sedikit-dikit nanya ke aku, terus tanpa alasan tiba-tiba senyum gitu" suara-suara bawel dalam kepala coba mencari jawaban. "Wah parah si emang tuan Minggu, pokoknya ini bukan salah ku se-utuhnya titik" dan kali ini aku gak mau disalahkan karena perasaan ini. "Tapi, kok dia cepet banget berubah ya, jadi cuek gitu, dingin, beda banget pokoknya...apa jangan-jangan?" tebak-tebakn dengan diri sendiri sepertinya sudah menjadi hobiku, padahal aku tau jawabannya nihil tapi kan juga mustahil kalau aku tanya langsung ke dia, frontal banget. Bukan Alika banget.

Setelah bergelut dengan pikiran-pikiran konyol itu kebiasaan pelor ku pun datang, tak ku gubris lagi tugas mata kuliah pagi tadi yang harusnya sudah selesai saat di Perpus tapi justru dihancurkan oleh si tuan Minggu. Untung deadlinenya masih minggu depan, jadi malam ini aman, aku mau tidur cepat. Eh sudah tidur maksudnya.


Karena tidur yang terlalu cepat tadi malam, aku pun terbangun jauh lebih cepat, dan dengan mata yang masih sayup-sayup aku memeriksa ke arah meja ternyata masih jam 2 pagi. Tapi aku gak langsung melanjutkan tidur, aku mencari handphone  berniat memeriksa sebentar, aku yakin ini kebiasaan bukan hanya pada diriku tapi hampir semua orang yang punya handphone lengkap dengan sosial media di dalamnya. "hah banyak bener notifikasi masuk? ada apa nih?" gumam ku sembari membuka aplikasi pesan singkat. " Barakallahu fii umruk Al....." "Happy birthday Al" begitu kira-kira isi pesan singkat dari beberapa sahabat yang membuatku cukup kaget pagi ini. Jadi sekarang tanggal 17 dan aku lupa kalau hari ini aku ulang tahun hanya karna si tuan minggu nyebelin itu?. Lupakan, mari rayakan saja pertambahan usia ini.


Sebenarnya hari ini jadwalku hanya satu mata kuliah, tapi karena ada keperluan dengan dosen terkait konsultasi judul skripsi maka sejak pagi aku sudah harus berangkat ke kampus. Perjalanan menuju kampus di awal usia yang baru ini agak berbeda dengan hari-hari biasanya. Selain sibuk membalas pesan,ucapan, dan doa-doa yang masuk, suasana hari ini juga berbeda, udara sejuk cenderung dingin malah, langit mendung tidak ada matahari, makan mie ayam enak kali ya celetuk ku dalam hati. Tapi karena harus buru-buru aku urungkan dulu niatku itu.  Jam 08.46 WIB aku sudah berada di ruang dosen, tapi yang ku lihat hanya deretan bangku-bangku kosong kedinginan karena di pagi hari yang mendung ini AC ruangan sudah on dengan suhu 16 derjat Celcius. Oke waktunya menunggu. Menunggu itu sudah seperti nama tengah bagiku, aku sangat terbiasa dengannya, ya walaupun juga kadang bikin kesal karena banyak orang-orang yang  ditungu itu tidak tahu aturan, tidak menghargai perasaan orang lain yang sudah menunggu dan meluangkan waktu dengan sabar untuk bertemu dengan mereka. Ya, contohnya seperti kali ini, kalau kalian juga mahasiswa tingkat akhir dan punya dosen pembimbing yang super sibuk mungkin akan tau rasanya, sering di-php-in atau bahasa kerennya lagi di-ghosting, tapi kita bisa apa? kan kita yang butuh. Eh tapi kan kita yang bayar? Hahaha sudah-sudah, masih terlalu pagi untuk merusak suasana hati yang sejak tadi pagi sangat senang membaca pesan-pesan hangat dari orang-orang terdekat.


Saking asiknya membaca pesan dan me-repost instagram stories dari teman-teman aku sampai tak sadar kalau jarum panjang dari jam dinding yang tertancap di tembok lobby ruang dosen sudah meluncur bebas ke arah angka 6, tandanya sudah lebih dari tiga puluh menit aku menunggu. Dengan perut yang mulai keroncongan , aku masih berusaha bersabar dan menunggu , setidaknya 10 menit lagi. Di tengah perpanjangan masa sabar menunggu itu, tiba-tiba terdengar suara yang tidak asing dari arah pintu masuk. Seorang lelaki dengan jaket denim menutup payung tengah berbicara dengan security kampus. Ya, di luar sudah mulai hujan sejak kurang lebih 15 menit yang lalu, tapi bukan itu inti utama yang mengalihkan pikiranku. Lelaki itu, iya si tuan Minggu yang aneh. Saat mengetahui itu dia, aku seketika pura-pura tidak melihat. Ternyata dia jalan ke arah ku, dan......


"Alika? ngapain di sini sendirian? Oh ya Selamat Ulang Tahun ya!" Ucapnya dengan lancar kepadaku. Aku beku, hey kenapa ini, bagaimana? tolong!. "Oh Put..tra, ya makasih. Ini aku la...lagi nunggu dosen, iya nunggu dosen" jawabku dengan nada setengah gemetar. "bimbingan? "tanya dia lagi. Aku hanya mengangguk. "Sama kalau gitu, tapi aku udah telat, duluan ya. Have a nice day!" dia menganguk dan tersenyum kecil yang membuat matanya yang sipit itu hilang sembari berlalu masuk ke ruang dosen. Astaghfirullahaladzim apa-apaan ini ya Tuhan, ya aku tahu mungkin dia tahu ulang tahun ku dari sosial media, tapi mendengarnya mengucapkan langsung dan bertemu di hari ulang tahun ku itu tidak ada dalam rencana sama sekali. Huufttt Oke, sekarang bukan hanya perutku yang keroncongan, tapi juga hati, aku pun menarik dan menghembuskan nafas panjang.


Sialnya lagi, tak lama setelah Putra masuk ke ruang dosen handphone ku bergetar, sebuah pesan singkat yang sebenarnya sudah ku tebak. 

Alika maaf saya pagi ini ada meeting mendadak yang tidak bisa ditinggal, bagaimana kalau bimbingan kita reschedule saja jadi hari Senin? Tapi untuk mempersingkat waktu, file proposal kamu silahkan kirim dulu ke email saya. Trims

Kan, apa ku bilang. Tapi ya sudahlah tak apa, pesan dari dosen pun aku jawab dengan template : Baik Ibu, tidak apa-apa🙏. File proposal akan saya kirimkan ke email. Terima Kasih🙏. Toh ni lebih baik karna kalau aku bimbingan setelah apa yang baru saja terjadi pasti aku tidak akan fokus. Di luar hujan pun tidak masalah, aku sudah berjaga-jaga dengan membawa payung. Aku segera keluar gedung dan menerobos hujan yang cukup deras menuju warung mie ayam sudah ku khayalkan dari tadi pagi dengan debar jantung yang tidak karuan. Haduh, aneh sekali. Ini bukan hanya Jum'at yang penuh dengan ucapan selamat, tapi ini Jum'at keramat.



Bersambung Episode 5


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlahan dan Puisi Lainnya

https://id.pinterest.com/pin/339951471885217465/ 1. perlahan ia pudar perlahan ia hambar perlahan ia jauh perlahan ia asing perlahan ia layu perlahan ia tumbang perlahan ia surut perlahan ia padam perlahan ia sepi  -lagi seperti sedia kala tanpa dan tiada hanya ada tanya tentang mengapa dan- apakah semua akan berujung sia-sia semata / https://id.pinterest.com/pin/1337074885052673/ 2. jarak yang diberikan oleh waktu meninggalkan tanya dalam kepalaku -bagaimana ? apakah ? oh, entahlah jarak di antara waktu, saat kau menghampiri lalu pergi aku hanya berdiam diri memastikan mentari masih bersinar walau kulitku tak merasa hangatnya dingin dan dingin dari malam semalam / https://id.pinterest.com/pin/844213892663524128/ 3. Jika Aan Mansyur berujar, puisi adalah museum yang lengang maka hari-hariku telah berubah menjadi puisi Namun sepanjang lengang hari ku, kau akan tetap kunanti,  -sebab Jika Sapardi bertanya, "tapi, yang fana adalah waktu bukan?" ku harap dapat menjawabnya dengan

Hobi Kok Jalan Kaki?!

      Satu kalimat pepatah Jawa yang sekarang aku percayai adalah "Trisno jalaran seko kulino" yang artinya  "Cinta datang karena terbiasa". Tapi jangan salah dulu, ini bukan cerita cinta ku terhadap seseorang, melainkan cerita cinta terhadap sebuah kegiatan sederhana, yap "jalan kaki" . Kalau mau dirunut dari jauh maka cerita cinta ini dimulai kurang lebih dari tahun 2015, tahun dimana aku baru masuk SMA. Tapi, karena aku tidak mau terlalu panjang lebar maka kita langsung loncat aja  ke tahun 2018. Tahun 2018 adalah tahun dimana hidup ku berubah, tahun dimana aku pergi jauh untuk merantau. Seperti banyak cerita kehidupan orang-oarang yang merantau dengan segala keterbatasan dan keperihatinan, maka itu juga aku alami. Salah satu keterbatasan yang aku alami adalah hidup tanpa kendaraan pribadi yang  mungkin untuk sebagian orang di zaman yang modern ini adalah sebuah mimpi buruk (hehe maaf kalau lebay) tapi untuk ku tidak ada pilihan lain, toh masih bersyuku

Puisi Kabut, dan Dalam Dunia

1. Dalam Dunia Dalam dunia Riuh gemuruh, suara-suara bising melengking Candu beradu bak serdadu Kelam dalam diam yang suram Bingung linglung, merebah rasa lelah di malam kelam Berkisah rasa lara hingga lega,  Lupa pernah berjumpa Dulu selalu berjuang agar berpeluang Kini nurani ingin mendingin mati Siapa kira kita di antara samudera Berjelaga jiwa-jiwa hampa Sampai kini hati menanti Sampaikah langkah pada kisah yang indah 2. Kabut Dalam perjalanan mendaki Adakalanya kabut menghalangi jalan Kompas tak berfungsi Teman seperjalanan dehidrasi Lalu kita memaksa terus naik Yang ada justru lelah Perasaan hampir menyerah Seperti hilang arah Padahal kita tahu Yang perlu kita lakukan saat itu hanyalah Hanyalah berhenti, berpikir sejenak Melihat sekitar, berbagi minum bertukar haus dengan teman Memperbaiki kompas sebisanya Mengenal pertanda pertana Lalu mengambil langkah setapak bijaksana aem, 15 Juli 2023